Styrofoam untuk Bungkus Makanan, Ternyata Aman Digunakan – Jaman sekarang membungkus makanan menggunakan styrofoam merupakan hal yang sudah lumrah. Gak hanya di restoran atau rumah makan besar saja yang memanfaatkan kemasan styrofoam sebagai pembungkus makanan jika makanan akan dibawa pulang oleh pembeli. Warung makan kecil, sampai pedagang makanan keliling, contohnya penjual bubur ayam atau bakmie gerobakan sekarang ini rata-rata sudah menggunakan styrofoam.
Selain lebih praktis dibandingkan menggunakan plastik, membungkus makanan menggunakan styrofoam jadi terlihat lebih rapi. Sayangnya, penggunaan Styrofoam sebagai pembungkus makanan masih menjadi pro dan kontra. Ada isu yang beredar di masyarakat bahwa menggunakan pembungkus makanan Styrofoam itu tidak aman. Katanya kalua kita membungkus makanan apalagi makanan bersuhu tinggi bisa menyebabkan kanker. Karena kandungan bahan kimianya bisa ikut tercampur dengan makanan tersebut.
Kira-kira menurut teman-teman kabar tersebut merupakan fakta atau hanya sekedar mitos? Dari pada semakin bingung dan galau soal Styrofoam yang selalu kita temui di kehidupan sehari-hari ini, yuk simak ulasanku mengenai pembungkus makanan yang satu ini.
Styrofoam Aman Digunakan, Benarkah?
Jadi nih manteman, awal bulan Oktober kemarin tepatnya tanggal 8 Oktober 2019 di Ocha Bella Menteng Jakarta, aku menghadiri acara blogger gathering and cooking in style with Chef Lucky Andreono dengan tema How to Make Good Quality Take-Away Foods.
Nah di acara tersebut, selain belajar masak bareng Chef Jebolan dari Master Chef Indonesia Season 1 yaitu Chef Lucky, kami yang hadir di sana juga mengikuti diskusi santai mengenai bungkus makanan yang dapat membuat makanan tetap berkualitas ketika di take-away. Dan ternyata salah satunya yaitu dengan menggunakan Styrofoam.
Yups, Styrofoam khusus untuk membungkus makanan yang memiliki tanda food grade justru merupakan salah satu pilihan yang tepat dan aman digunakan. Aku sendiri sempat ragu sebelum mendengar langsung penjelasan dari Kepala Laboratorium Teknologi Polimer dan Membran Institut Teknologi Bandung (LTPM ITB) Ir. Akhmad Zainal Abidin yang hadir pada acara tersebut.
Jadi menurut Bapak Zainal, kemasan makanan polistiren atau kita biasa menyebutnya dengan kemasan Styrofoam sebenarnya adalah kemasan yang paling berkelanjutan untuk lingkungan.
Dan penggunaan Styrofoam tidak dilarang, karena setelah diteliti lebih jauh kandungan bahan berbahaya di dalamnya yaitu yang disebut residu stiren konsentrasinya sangat kecil. Meskipun mengandung residu stiren, yang harus kita ingat styrofoam atau polistiren dengan stiren itu tidak sama. Tegas Pak Zainal.
“Kandungan stiren pada produk styrofoam di Indonesia tidak lebih dari 10 ppm, di mana angka tersebut jauh dari batas aman yang menyatakan angka 5000 ppm. Maka dari itu, sebetulnya tidak masalah menggunakan styrofoam.” Tutur Bapak Zainal pada saat talkshow di Ocha Bella Jakarta kemarin.
Biasanya kita sering menemukan makanan panas yang dibungkus menggunakan styrofoam itu misalnya bubur ayam. Ternyata nih membungkus bubur ayam dengan styrofoam tidak akan berbaya loh, asalkan tidak dialasi lagi dengan plastik. Dan seringnya malah dialasi plastik lagi ya.
Nah justru itu yang lebih berbahaya, apalagi jika menggunakan plastik yang bukan food grade. Sebenarnya justru makanan panas yang bersentuhan dengan plastik lebih berbahaya dari pada styrofoam itu sendiri.
Styrofoam untuk Bungkus Makanan Terbuat dari Polistiren
Nah bungkus makanan styrofoam yang beredar itu terbuat dari Polistiren (PS). PS ini merupakan bahan serbaguna yang banyak digunakan untuk pembuatan berbagai produk konsumen. Sifatnya yang keras dan padat terutama sangat bermanfaat bagi produk yang memerlukan kejernihan dan kestabilan, seperti kemasan makanan dan peralatan laboratorium.
Polistiren juga merupakan bahan baku yang umum pada peralatan rumah tangga, barang elektronik, suku cadang kendaraan, mainan anak-anak dan berbagai peralatan kesehatan. Polistiren sangat lazim digunakan untuk pembuatan bungkus makanan dan bahan isolasi bangunan. Bungkus Styrofoam ini biasa digunakan untuk wadah daging beku atau kotak makanan yang mudah dibawa.
Nah untuk penggunaan styrofoam pada makanan coba deh kita lihat dibagian bawahnya, biasanya kotak styrofoam untuk membungkus makanan memiliki tanda segitiga dengan angka 6 didalamnya dan logo sendok dan garpu. itu menandakan kalau produk tersebut food grade. Selain itu ada logo panah melingkar membentuk segitiga yang merupakan logo produk dapat didaur ulang.
Penggunaan Styrofoam dan Dampak Terhadap Lingkungan
Menurut informasi yang aku dapatkan dari Bapak Zainal kemarin, beliau menuturkan bahkan dapat dikatakan bahwa penggunaan styrofoam itu aman karena bahan tersebut sebetulnya mudah untuk didaur ulang. Hanya saja, memang untuk tindakan daur ulangnya masih belum begitu masif.
“Sampah polistirena adalah sampah yang 100% bisa digunakan kembali. Sampah produk dari polistirena bisa dipecah, dan kembali dibentuk menjadi produk baru. Kita harus menilai suatu bahan ramah lingkungan adalah jika dari sisi produksi sampai ke sampahnya paling sedikit menggunakan energi, dan sampah tersebut bisa di daur ulang. Jangan menyerahkan sampah untuk diurai oleh alam saja, tetapi kita harus bertanggung jawab atas sampah tersebut,”
Selain itu sudah ada regulasi tentang pengaturan styrofoam bahkan telah diatur dalam UU no 18 tahun 2012 tentang pangan serta PerKa BPOM no HK 03.1.23.07.11.6664 tahun 2011 dan no 16 tahun 2014 tentang pengawasan kemasan pangan. Disebutkan bahwa styrofoam aman digunakan sebagai pembungkus makanan, asalkan memenuhi kriteria-kriteria yang telah ditetapkan.
Jadi kesimpulannya nih yang aku dapatkan saat mengikuti acara gathering tersebut bahwa styrofoam aman digunakan untuk makanan. Tetapi kita harus tetap bijak dalam menggunakan kemasan makanan styrofoam ini. Karena tetap saja akan menghasilkan sampah yang dapat merusak lingkungan jika kita tidak bijak menggunakannya.
Yuk bersihkan dan pisahkan styrofoam yang sudah digunakan dengan sampah lainnya, agar bisa di daur ulang kembali menjadi barang-barang yang bermanfaat untuk kehidupan sehari-hari.